Eksperimen Diet Herbal Sebulan: Perubahan Kulit, Energi, dan Mood

Eksperimen Diet Herbal Sebulan: Perubahan Kulit, Energi, dan Mood

Kenapa coba ini? (sedikit latar dan niat)

Aku bukan orang yang gampang ngikut tren, tapi akhir-akhir ini kulitku terlihat kusam dan energi sering nge-drop jam 3 sore — kebiasaan ngemil manis pun nggak bisa dibohongi. Jadi aku memutuskan coba sesuatu yang lebih “natural”: diet berbasis herbal dan gaya hidup sederhana selama 30 hari. Bukan diet ekstrim. Bukan detoks cair yang bikin pusing. Hanya mengurangi gula olahan, makan lebih banyak sayur, minum teh herbal, serta menambahkan beberapa suplemen dan skincare alami. Beberapa produk aku cek review-nya dulu, termasuk di natrlresults, supaya nggak buta saat pilih suplemen.

Rencana sederhananya (apa yang aku lakukan)

Prinsipnya: whole foods + herbal yang punya fungsi jelas. Pagi: oatmeal atau smoothie hijau dengan jahe dan kurkuma bubuk. Siang: nasi merah/ubi, sayur banyak, protein, dan sambal kecil (ya, masih pakai cabai). Malam: sup sayur dan teh chamomile atau teh peppermint. Suplemen yang kubawa: ekstrak kunyit (turmeric) untuk anti-inflamasi, ashwagandha untuk stres, dan probiotik. Untuk kulit: double cleanse ringan, toner green tea, serum rosehip oil di malam hari, dan sunscreen di siang. Semua produk yang kupakai dominan berbahan alami—minyak esensial sedikit, lebih banyak ekstrak tumbuhan.

Minggu 1–2: Kulit agak rewel, energi tapi ambles ke naik (real talk)

Minggu pertama diawali dengan “fase adaptasi”. Ada beberapa jerawat kecil muncul—aku pikir itu detox, tapi bisa juga karena hormonal. Energi? Aneh, di hari kedua sempat lemah. Tapi sekitar hari 6-7, mulai muncul lonjakan kecil: lebih fokus saat kerja, nggak ngantuk berat setelah makan siang. Mood naik-turun masih ada, terutama kalau aku kurang tidur. Cerita kecil: aku pernah bangun jam 5 untuk yoga singkat, dan rasanya lebih ringan daripada biasanya. Itu tanda kecil yang bikin semangat.

Minggu 3–4: Kulit mulai adem, tidur lebih nyenyak

Pada minggu ketiga, perubahan paling terlihat adalah tekstur kulit. Kulit lebih halus, pori-pori terasa sedikit mengecil, dan kemerahan yang biasanya muncul setelah olahraga jadi berkurang. Aku curiga ini kombinasi antara konsumsi kunyit yang konsisten dan penggunaan serum rosehip yang kaya asam lemak. Energi stabil sepanjang hari; bukan super charge, tapi lebih konsisten. Mood juga lebih landai—ashwagandha mungkin berperan di sini. Tidur? Lebih nyenyak. Dulu sering terbangun tengah malam, sekarang pola tidur lebih rapih.

Pelajaran kecil dan opini pribadi

Ada beberapa hal yang aku pelajari: pertama, hasil nggak instan. Butuh waktu dan konsistensi. Kedua, produk natural itu bukan jaminan “aman untuk semua”; reaksi kulit sangat personal. Ketiga, gaya hidup lain—tidur cukup, olahraga ringan, stress management—berperan besar. Aku juga sadar bahwa menulis jurnal makanan dan mood tiap hari membantu melihat pola: kapan jerawat muncul, kapan mood fluktuasi, dan makanan apa yang memicu kembalinya energi.

Kesimpulan santai: Worth it nggak sih?

Jujur, untuk aku, eksperimen sebulan ini worth it. Bukan karena perubahan dramatis, tapi karena ada perbaikan berkelanjutan: kulit lebih tenang, energi lebih seimbang, dan mood lebih stabil. Yang paling penting, aku merasa lebih sadar akan apa yang masuk ke tubuhku. Kalau kamu tertarik, mulai perlahan—ganti satu camilan manis dengan buah, tambahkan satu cangkir teh herbal sehari, atau coba satu suplemen yang sudah terpercaya. Dan kalau sedang on medication atau hamil, konsultasi dulu ke dokter ya.

Aku akan lanjut beberapa kebiasaan ini sebagai bagian gaya hidup, bukan “program sementara”. Kadang eksperimen itu bikin kita nemu rutinitas kecil yang ternyata pas. Kalau mau, nanti aku tulis review lebih detil soal produk skincare herbal yang kupakai dan mana suplemen yang menurutku paling berpengaruh. Santai aja—kesehatan itu maraton, bukan sprint.